Ingin sehat perkasa tanpa dopping? Tidak perlu repot-repot pergi ke apotik untuk mencari obat-obatan yang tidak mengandung efek samping. Ahli pengobatan tradisional menyarankan cari saja patil lele yang terkenal sangat panas jika mengenai tubuh manusia itu. Konon, khasiat patil lele sangat ampuh meningkatkan keperkasaan lelaki loyo dan kurang bersemangat. Benarkah?
Metodologi pengobatan tradional menyebutkan ikan lele ternyata tidak hanya nikmat disantap sebagai lauk pauk. Lebih itu, jenis ikan berkepala keras ini pada bagian organ tubuhnya memiliki khasiat tergolong ampuh. Patil (taji, red) ikan lele ternyata dipercayai dapat meningkatkan kejantanan lelaki yang kebanyakan membutuhkan tenaga ekstra ini.
Caranya dengan dibuat ramuan yang mirip dengan metode pembuatan jamu. Yakni, tidak dengan dimakan sebagaimana ketika kita menyajikannya sebagai lauk-pauk. Namun, melalui cara menjadikan patil lele sebagai bubuk yang pada pemakainnya bisa diminum dengan cara diseduh menggunakan air hangat. Tentu sangat praktis karena itu bubuk ini tidak beda jauh dengan bubuk jamu tradisional.
Itu pun siapa saja dengan mudah bisa membuat ramuan patil lele ini. Untuk mendapatkan khasiat terbaik, ramuan patil lele bisa ditambahkan kopi bubuk yang diseduh hangat-hangat. Konon, bagi yang pernah merasakan khasiat serbuk patil lele ini, orang akan merasakan kasiat melebihi keampuhan serbuk sirip hiu. Selama ini tentang mitos serbuk sirip ikan hiu memang diakui keampuhannya. Hanya saja karena harganya mahal tidak semua orang bisa menikmati.
Awalnya, khasiat patil lele untuk mendongkrak kejantanan lelaki ini ditemukan oleh Sabhu Suryoadmodjo, salah seorang ahli pengobatan tradisional yang membuka praktik di Jakarta. Ketika itu ia tertarik mengamati khasiat patil lele. Ia percaya kandungan yang terdapat dalam patil lele tak kalah dengan sirip ikan hiu. Kemudian ramuan temuannnya ini dia sebut dengan nama kopi patil lele.
Cara membuat ramuan patil lele sebagaimana tips Sabhu, pertama kali carilah patil lele secukupnya. Sebisa mungkin cari ikan lele hitam (tanggapan alam, red). Pasalnya, khasiat patil lele liar lebih manjur dibanding lele ternakan. Setelah itu, patil tersebut digoreng sangan (digoreng dengan menggunakan wajan yang terbuat dari tanah tanpa menggunakan minyak, red) sampai kering. Lalu tumbuk sampai halus.
Ambil satu sendok teh bubuk tersebut, kemudian campur dengan kopi dan gula sesuai selera. Setelah semua tersedia, tuangkan air panas sebanyak 250 cc ke dalam gelas. Aduk hingga rata. Barulah dalam sekejab kopi serbuk patil lele siap untuk diminum. Bila Anda kurang menyukai kopi atau tidak diperbolehkan minum kopi karena alasan kesehatan, kopi bisa diganti dengan wedang jahe.
Setelah minum kopi patil lele, tunggu sesaat sampai ada reaksi. Bila reaksi sudah terlihat segeralah menjalankan ‘tugas’ rutin yang menjadi kewajiban suami istri. Niscaya, istri Anda yang semula meragukan tak lagi menyesalkan kejantanan Anda. Malah, ia akan ketagihan pada keperkasaan Anda. Mungkin ramuan tradisional itu bisa menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi problem seksual. Siapa tahu dengan biaya yang super murah ini, kejantanan Anda kembali pulih. Selamat mencoba! (ais/*)
Sumber : http://misterionline.com/26/03/2008/serbuk-patil-lele-bikin-greng.misterionline.com/
Kamis, 30 September 2010
Minggu, 20 Juni 2010
Dana Rp.5 Milyar disiapkan untuk genjot produksi lele
Kementrian Kelautan dan Perikanan menganggarkan Rp.5 miliar untuk paket wirausaha pemula khusus lele pada 2011.
Dirjen Perikanan Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan (KemKP) Made L. Nurdjana menyatakan produksi lele di dalam negeri akan ditingkatkan pada tahun depan.
"(Peningkatan produksi) Ini terkait dengan konsumsi lele yang semakin meningkat. Pemerintah dalam hal ini Ditjen Perikanan Budidaya akan menganggarkan dana Rp.5 miliar," ujarnya ketika di hubungi Bisnis kemarin.
Made menyatakan masalah pendanaan ini nantinya mendapatkan dukungan dari Ditjen Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP). P2HP juga akan mengeluarkan anggaran untuk investasi teknik pengolahan lele di sejumlah sentra minapolitan lele.
Dia mengatakan saat ini ditetapkan lima lokasi pembangunan pengembangan minapolitan lele yakni : Bogor, Boyolali, Pacitan, Gunung Kidul, dan Blitar. Dengan pengembangan minapolitan lele ini, katanya diharapkan dapat memproduksi lebih kurang 30 ton per hari.
GUNUNG KIDUL
Made menyatakan lima lokasi tersebut memproduksi lele yang sangat besar, tetapi yang paling tinggi tingkat produksinya di Gunung Kidul yang mencapai 5 ton per hari.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan empat hal akan dilakukan KemKP untuk menggalakkan produksi hingga konsumsi lele,
Pertama, mengupayakan menggiatkan budidaya lele skala kecil hingga menengah yang disebar di beberapa sentra utama.
Kedua, mengupayakan agar memasyarakatkan lele sehingga konsumsi meningkat.
Ketiga, KemKP mengupayakan yakni mengembangkan industri atau pengolahan lele.
Keempat, menjadikan lele sebagai sumber pangan yang merambah ke berbagai kalangan.
"Selama ini lele lebih banyak dinikmati masyarakat kelas bawah. Kami akan buat lele juga menjadi konsumsi masyarakat menengah atas." ujarnya di sela-sela pembukaan Festival Lele 2010 akhir pekan lalu.
Dirjen P2HP Martani Husaini menyatakan komoditas lele dapat diolah menjadi bahan makanan apapun.
"Sangant banyak ragamnya. Untuk lele kami fokuskan untuk konsumsi di dalam negeri. Mengingat permintaan di dalam negeri sangat tinggi, sementara produksi belum mencukupi untuk pangsa pasar di luar negeri," ujarnya.
Dirjen menilai produk lele Tanah Air saat ini belum dapat bersaing dengan produk dari Vietnam. Adapun, kendala paling utama adalah tingginya harga pakan yang membuat harga jual lele lokal menjadi sangat tinggi.
Saat ini Ditjen Perikanan Budidaya sedang berupaya menggunakan maggot sebagai makanan lele sehingga dapat menurunkan komponen biaya pakan yang mencapai 60% dari total produksi. (sumber Bisnis Indonesia senin 21/06/2010)
Dirjen Perikanan Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan (KemKP) Made L. Nurdjana menyatakan produksi lele di dalam negeri akan ditingkatkan pada tahun depan.
"(Peningkatan produksi) Ini terkait dengan konsumsi lele yang semakin meningkat. Pemerintah dalam hal ini Ditjen Perikanan Budidaya akan menganggarkan dana Rp.5 miliar," ujarnya ketika di hubungi Bisnis kemarin.
Made menyatakan masalah pendanaan ini nantinya mendapatkan dukungan dari Ditjen Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP). P2HP juga akan mengeluarkan anggaran untuk investasi teknik pengolahan lele di sejumlah sentra minapolitan lele.
Dia mengatakan saat ini ditetapkan lima lokasi pembangunan pengembangan minapolitan lele yakni : Bogor, Boyolali, Pacitan, Gunung Kidul, dan Blitar. Dengan pengembangan minapolitan lele ini, katanya diharapkan dapat memproduksi lebih kurang 30 ton per hari.
GUNUNG KIDUL
Made menyatakan lima lokasi tersebut memproduksi lele yang sangat besar, tetapi yang paling tinggi tingkat produksinya di Gunung Kidul yang mencapai 5 ton per hari.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan empat hal akan dilakukan KemKP untuk menggalakkan produksi hingga konsumsi lele,
Pertama, mengupayakan menggiatkan budidaya lele skala kecil hingga menengah yang disebar di beberapa sentra utama.
Kedua, mengupayakan agar memasyarakatkan lele sehingga konsumsi meningkat.
Ketiga, KemKP mengupayakan yakni mengembangkan industri atau pengolahan lele.
Keempat, menjadikan lele sebagai sumber pangan yang merambah ke berbagai kalangan.
"Selama ini lele lebih banyak dinikmati masyarakat kelas bawah. Kami akan buat lele juga menjadi konsumsi masyarakat menengah atas." ujarnya di sela-sela pembukaan Festival Lele 2010 akhir pekan lalu.
Dirjen P2HP Martani Husaini menyatakan komoditas lele dapat diolah menjadi bahan makanan apapun.
"Sangant banyak ragamnya. Untuk lele kami fokuskan untuk konsumsi di dalam negeri. Mengingat permintaan di dalam negeri sangat tinggi, sementara produksi belum mencukupi untuk pangsa pasar di luar negeri," ujarnya.
Dirjen menilai produk lele Tanah Air saat ini belum dapat bersaing dengan produk dari Vietnam. Adapun, kendala paling utama adalah tingginya harga pakan yang membuat harga jual lele lokal menjadi sangat tinggi.
Saat ini Ditjen Perikanan Budidaya sedang berupaya menggunakan maggot sebagai makanan lele sehingga dapat menurunkan komponen biaya pakan yang mencapai 60% dari total produksi. (sumber Bisnis Indonesia senin 21/06/2010)
Jumat, 04 Juni 2010
Pecel Lele yang Berani Modern
Logonya mengingatkan kita pada logo Starbucks. Desain ruangnya dikuasai warna hijau dengan penataan yang modern. Jika masuk ke dalamnya tak akan terasa masuk ke gerai penjual pecel lele. Mungkin berasa masuk ke gerai fastfood internasional. Tataan lampunya juga mewah. Pantas jika sejumlah artis pernah menyambanginya menyantap pecel lele di sana. O, ya, pecel lele ini juga ikut mensponsori kegiatan semacam Java Jazz Festival beberapa waktu lalu yang menunjukkan bahwa promosi bukan pantangan, satu tanda pengelolanya memang menguasai bisnis modern. Dari sini saja tampak bahwa Pecel Lele Lela yang didirikan tahun 2006 berbeda dengan gerai pecel lele biasa. Jadi, siapa bilang gerai pecel lele tak bisa disulap jadi modern. Pantas jika banyak yang ingin bermitra dengan Rangga membuka cabang Pecel Lela Lela lain tempat. (Den Setiawan, den.setiawan@yahoo.co.id
Batam Krisis Ikan Lele
Terbaru / Putut Ariyotejo / Minggu, 21 Maret 2010 17:25
batampos.co.id – Para pemilik warung Sari laut mengeluh, sudah dua minggu belakangan ini mereka kesulitan mendapakan ikan lele di pasar. Aha, mungkin Anda juga merasakan saat hendak membeli di pasar bukan?!
Bagi ibu rumah tangga ketiadaan ikan lele hanya membuat kecewa karena menu kesukaan tidak terhidang tapi ada gantinya, menu lain yang tak kalah membangkitkan selera.
Kondisi ini lain bagi para pemilik warung itu, lele adalah salah satu menu andalan yang dijajakan. Ketiadaan lele di pasar tentu membuat mereka resah karena keuntungan jadi menurun, pelanggan tak bisa disuguhi menu andalan.
Huda salah satunya, pemilih warung sari laut di Simpang Kara ini mengeluh karena setiap pembeli yang bertanya menu lele ia hanya bisa menggelengkan kepala, tidak ada. Biasanya dalam sehari ia membutuhkan lele sebanyak 6-7 kilogram. Satu kilo bisa berisi 6 ekor lele. Ya setidaknya 40 lele setiap hari ia bisa jual.
Keluhan serupa dilontarkan oleh Bang Edhot, pemilik warung serupa di kawasan Windsor. Pemilik nama asli Jamin ini dalam sehari membutuhkan 25 kilogram ikan lele. 150 ekor lele bisa ia jual dalam sehari. Wow...
Pemilik warung yang tak kalah resah adalah Haji Kholil. Ia adalah pemilik warung sari laut Jagad SBY di Nagoya. Pria yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Jagad ini dalam sehari membutuhkan 40 – 50 kilogram lele. Kita ambil saja angka moderat, maka ia sanggup menjual 240 porsi menu lele penyet di warungnya.
Coba saja hitunga berapa warung yang menjual menu lele, anggap saja setiap warung butuh 6 kilogram lele. Wow, tak terbayangkan bukan?!. Belum lagi warung Padang dan sebagainya yang juga menyediakan menu lele.
Adakah Anda penggemar menu ikan lele? Kalau iya mungkin Anda merasakan krisis ini. Kholil mengaku krisis ini diakibatkan lele dari Malaysia tidak masuk Batam, sementara pasokan lele dari petani lokal tidak mencukupi kebutuhan pasar.
Kholil, dalam kondisi krisis ini, mengaku masih mendapatkan pasokan lele lokal meski jauh dari kuota biasa, sementara Huda sama sekali tak bisa.
Ada apa dengan pasokan ikan lele di Batam? ***
batampos.co.id – Para pemilik warung Sari laut mengeluh, sudah dua minggu belakangan ini mereka kesulitan mendapakan ikan lele di pasar. Aha, mungkin Anda juga merasakan saat hendak membeli di pasar bukan?!
Bagi ibu rumah tangga ketiadaan ikan lele hanya membuat kecewa karena menu kesukaan tidak terhidang tapi ada gantinya, menu lain yang tak kalah membangkitkan selera.
Kondisi ini lain bagi para pemilik warung itu, lele adalah salah satu menu andalan yang dijajakan. Ketiadaan lele di pasar tentu membuat mereka resah karena keuntungan jadi menurun, pelanggan tak bisa disuguhi menu andalan.
Huda salah satunya, pemilih warung sari laut di Simpang Kara ini mengeluh karena setiap pembeli yang bertanya menu lele ia hanya bisa menggelengkan kepala, tidak ada. Biasanya dalam sehari ia membutuhkan lele sebanyak 6-7 kilogram. Satu kilo bisa berisi 6 ekor lele. Ya setidaknya 40 lele setiap hari ia bisa jual.
Keluhan serupa dilontarkan oleh Bang Edhot, pemilik warung serupa di kawasan Windsor. Pemilik nama asli Jamin ini dalam sehari membutuhkan 25 kilogram ikan lele. 150 ekor lele bisa ia jual dalam sehari. Wow...
Pemilik warung yang tak kalah resah adalah Haji Kholil. Ia adalah pemilik warung sari laut Jagad SBY di Nagoya. Pria yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Jagad ini dalam sehari membutuhkan 40 – 50 kilogram lele. Kita ambil saja angka moderat, maka ia sanggup menjual 240 porsi menu lele penyet di warungnya.
Coba saja hitunga berapa warung yang menjual menu lele, anggap saja setiap warung butuh 6 kilogram lele. Wow, tak terbayangkan bukan?!. Belum lagi warung Padang dan sebagainya yang juga menyediakan menu lele.
Adakah Anda penggemar menu ikan lele? Kalau iya mungkin Anda merasakan krisis ini. Kholil mengaku krisis ini diakibatkan lele dari Malaysia tidak masuk Batam, sementara pasokan lele dari petani lokal tidak mencukupi kebutuhan pasar.
Kholil, dalam kondisi krisis ini, mengaku masih mendapatkan pasokan lele lokal meski jauh dari kuota biasa, sementara Huda sama sekali tak bisa.
Ada apa dengan pasokan ikan lele di Batam? ***
Kamis, 03 Juni 2010
Sensasi Lele Panggang, Dipadu Bumbu Rujak
Elshinta - Newsroom, Menu makanan dari ikan lele sudah sering terdengar, namun di Situbondo, Jawa Timur, ikan lele justru bukan digoreng melainkan dipanggang dan disajikan dengan paduan bumbu rujak Madura.
Aroma ikan dan sambal yang menyatu menggugah selera para penggemar lele.
Warung lesehan Istana Lele yang berada di Jalan Raya Banyuwangi, Kecamatan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, adalah warung satu-satunya yang menjual menu utama lele panggang bumbu rujak.
Menurut pengelolanya, Surnadi, meski awalnya hanya coba-coba, namun perpaduan lele panggang bumbu rujak ini justru di luar dugaan banyak diminati.
Para pelanggan juga bebas memilih lele yang akan dipanggang sesuai ukuran dan selera. Cara mengelola menu ini pun sederhana untuk menghilangkan bau amis dan lapisan lendir, ikan lele yang akan diolah terlebih dahulu dibersihkan dan kita beri garam. Selanjutnya ditusuk dengan bambu, seperti layaknya sate.
Sebelum dipanggang terlebih dahulu ikan lele diolesi bumbu rujak yang terbuat dari racikan kacang, bawang putih, bawang merah, cabe serta petis Madura. Aroma lele panggang ini mampu membangkitkan selera dan hal ini diakui para pembeli yang mampir ke warung ini.
Menu ini juga dibandrol cukup murah hanya dengan Rp 19.000,-, pembeli sudah bisa menikmati satu kilogram ikan lele panggang bumbu rujak Madura. (Indosiar/Tommy Iskandar/Dv/Ijs) (doa)
Aroma ikan dan sambal yang menyatu menggugah selera para penggemar lele.
Warung lesehan Istana Lele yang berada di Jalan Raya Banyuwangi, Kecamatan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, adalah warung satu-satunya yang menjual menu utama lele panggang bumbu rujak.
Menurut pengelolanya, Surnadi, meski awalnya hanya coba-coba, namun perpaduan lele panggang bumbu rujak ini justru di luar dugaan banyak diminati.
Para pelanggan juga bebas memilih lele yang akan dipanggang sesuai ukuran dan selera. Cara mengelola menu ini pun sederhana untuk menghilangkan bau amis dan lapisan lendir, ikan lele yang akan diolah terlebih dahulu dibersihkan dan kita beri garam. Selanjutnya ditusuk dengan bambu, seperti layaknya sate.
Sebelum dipanggang terlebih dahulu ikan lele diolesi bumbu rujak yang terbuat dari racikan kacang, bawang putih, bawang merah, cabe serta petis Madura. Aroma lele panggang ini mampu membangkitkan selera dan hal ini diakui para pembeli yang mampir ke warung ini.
Menu ini juga dibandrol cukup murah hanya dengan Rp 19.000,-, pembeli sudah bisa menikmati satu kilogram ikan lele panggang bumbu rujak Madura. (Indosiar/Tommy Iskandar/Dv/Ijs) (doa)
Sambel Goreng Ikan LELE
Fitri Yulianti - Okezone
TAK berlebihan jika makin banyak orang menyadari pentingnya mengonsumsi ikan. Namun, bermanfaat tidaknya berbagai zat gizi yang terkandung dalam ikan, ternyata sangat tergantung pada cara pemilihan dan proses pengolahan. Saat Anda membuat sambal goreng, penambahan berbagai bumbu, seperti kunyit, jahe, dan cabai merah, menghilangkan bau amis ikan dan menambah cita rasanya.
Bahan:
4 ekor ikan lele, lumuri dengan asam jawa dan garam lalu goreng
1 ruas jari lengkuas, memarkan
2 lembar daun salam
½ sdt garam
350 ml santan
½ sdt gula merah
3 buah cabai hijau, iris serong
Bumbu dihaluskan:
6 buah bawang merah
2 siung bawang putih
½ sdt terasi
2 buah cabai merah besar
Cara membuat:
1. Panaskan dua sendok makan minyak, tumis bumbu haluskan hingga harum.
2. Tuangkan santan, masukkan lengkuas, salam, garam, gula merah, dan cabai hijau. Teruskan memasak sampai kuah agak mengental.
3. Masukkan lele goreng, aduk rata, angkat.
Resep disarikan dari buku 25 Resep Sambal Goreng Ikan oleh Dapur Kirana
(ftr)
TAK berlebihan jika makin banyak orang menyadari pentingnya mengonsumsi ikan. Namun, bermanfaat tidaknya berbagai zat gizi yang terkandung dalam ikan, ternyata sangat tergantung pada cara pemilihan dan proses pengolahan. Saat Anda membuat sambal goreng, penambahan berbagai bumbu, seperti kunyit, jahe, dan cabai merah, menghilangkan bau amis ikan dan menambah cita rasanya.
Bahan:
4 ekor ikan lele, lumuri dengan asam jawa dan garam lalu goreng
1 ruas jari lengkuas, memarkan
2 lembar daun salam
½ sdt garam
350 ml santan
½ sdt gula merah
3 buah cabai hijau, iris serong
Bumbu dihaluskan:
6 buah bawang merah
2 siung bawang putih
½ sdt terasi
2 buah cabai merah besar
Cara membuat:
1. Panaskan dua sendok makan minyak, tumis bumbu haluskan hingga harum.
2. Tuangkan santan, masukkan lengkuas, salam, garam, gula merah, dan cabai hijau. Teruskan memasak sampai kuah agak mengental.
3. Masukkan lele goreng, aduk rata, angkat.
Resep disarikan dari buku 25 Resep Sambal Goreng Ikan oleh Dapur Kirana
(ftr)
Lezatnya Lele Telur Asin yang “Super Crispy”
Jumat, 21 Mei 2010
Bermodal kelembutan daging dan rasa asin kulit yang menggoda, sajian lele yang disebut pemiliknya super crispy ini siap menggoyang lidah Anda. Dengan paduan sambal berbahan campuran kacang mete, dijamin Anda akan mendapat sensasi makan yang luar biasa.
Dunia kuliner Indonesia kian berkembang.
Varian bahan olahan tidak lagi berkutat di seputar ayam, daging sapi, atau kambing.
Lele, si ikan berkumis yang selama ini diremehkan (baca: ditakuti karena bentuknya seram), mulai banyak dijadikan sajian berkelas, tampil dengan visual menarik, dan tentunya menjual rasa “laziz”.
Peluang itu yang kemudian diambil Fajar Alam Setiabudi, seorang lulusan sekolah Perhotelan Trisakti tahun 2005.
Dengan modal pengalaman memasak di berbagai tempat, ia membuka rumah makan yang mengandalkan lele sebagai menu utama.
Dengan mengambil nama yang cukup eye catchy, Lele Crispy, ia yakin dapat bersaing di dunia kuliner Indonesia yang kian ketat.
Rumah makan yang mengambil lokasi di Jalan Tebet Barat 4 no 12, Jakarta Selatan, itu memiliki venue cukup menjanjikan.
Selain menghadirkan meja makan standar, Lele Crispy menyiapkan meja lesehan bagi pengunjung yang ingin merasakan atmosfer rumah makan lebih homey.
Seperti namanya, rumah makan ini menyajikan menu-menu lele segar yang rasanya nendang, lembut, dan tentu crispy.
“Saya ingin buktikan bahwa lele bisa jadi menu spesial, berkelas, selain punya manfaat menyehatkan.
Makanya, higienis adalah jaminan utama di rumah makan ini,” ujar Fajar, sang pemilik Lele Crispy.
Untuk menjamin kesegaran dan kebersihan ikan-ikannya, staf juru masak di sebuah grup majalah wanita itu menyediakan akuarium besar di sisi rumah makannya, yang diisi ikan-ikan lele yang dapat dilihat langsung oleh calon pembeli.
“Dengan demikian, mereka bisa melihat bahwa ikan-ikan di tempat ini selalu fresh dan terjamin kualitasnya.
Selain itu, demi menjaga rasa, penggorengan ikan lele di tempat ini, selalu hanya melewati satu kali proses sehingga pengunjung tidak perlu khawatir, bahwa lele yang dimakan sebelumnya sudah berkali-kali digoreng,” ungkap Fajar sambil berujar, kalau mau, pembeli boleh melihat langsung proses penggorengan yang ia lakukan.
Bicara tentang menu, Lele Crispy menyajikan tiga menu andalan, yakni Lele Goreng Tepung, Lele Goreng Telur Asin, dan Lele Goreng Kremes.
Dengan harga per porsi 10 ribu rupiah, Anda akan mendapatkan sensasi kenikmatan berbeda di setiap menu yang disajikan.
Menurut Fajar, sejauh ini pembeli yang datang paling sering memesan Lele Goreng Kremes karena mereka menyukai kremesan yang membalut sang lele, yang konon akan langsung hancur begitu menyentuh lidah.
”Ya begitulah. Kata pengunjung, kremesan di tempat saya lembutnya mirip kremesan menu ayam di restoran terkenal itu,” papar koki 28 tahun itu, tanpa mau menyebut restoran lain yang dimaksud.
Meski pelanggannya punya menu favorit Lele Goreng Kremes, Fajar menjamin, dua menu lainnya punya rasa tak kalah dahsyat.
Lele Goreng Telur Asin, misalnya, merupakan menu andalah yang mendapatkan sentuhan khusus.
Karena setelah digoreng secara original, lele yang telah matang dibenamkan ke cairan telur asin, yang setelah itu digoreng ulang untuk mendapatkan bentuk visual sempurna.
Dengan demikian, slogan super crispy yang diandalkan rumah makan ini benar-benar terbukti.
Dan yang membuatnya lebih spesial, semua menu lele di tempat ini akan berpadu dengan cocolan satu porsi sambal terasi, yang diramu dengan resep rahasia, berupa kacang mete pilihan.
Lulus Eksperimen
Untuk menjangkau banyak kalangan, semua menu yang disediakan di Lele Crispy dibanderol dengan harga 10 ribu rupiah.
“Dan untuk setiap menu yang dipesan, pengunjung akan mendapat satu porsi sayur asam gratis.
Pengunjung yang sedang ulang tahun juga boleh makan gratis, dan setiap pembeli yang datang ke mari akan mendapatkan kupon. Fungsinya, 10 kupon bisa ditukarkan satu kali makan gratis.
Untuk pembelian 100 ribu rupiah, kami juga memberikan diskon 10 persen,” jelas Fajar.
Rumah makan yang lokasinya berdekatan dengan SMA 26, Jakarta Selatan, itu buka dari jam 6 sore hingga jam 11 malam.
Libur hanya hari Minggu dan selalu menyajikan suguhan full music guna menemani santap malam para pengunjung.
Lili Rahmasari, 27 tahun, karya wati yang berkantor di bilangan Tebet, berujar ia sering datang ke Lele Crispy karena lokasinya dekat kantor dan menu-menu yang disajikan memang cukup menggoda.
“Kalau saya, paling sering memesan Lele Telur Asin.
Soalnya kulitnya gurih banget.
Jadi, saat dicampur sambal kacang mete terasa klop. Terus, suguhan sayur asemnya juga membuat daging lelenya makin lezat.
” Pengantin baru, yang hari itu datang bersama suaminya, menambahkan meski lele dikenal sebagai ikan yang punya banyak duri, bentuk penyajian dengan sayatan di tengah, membuat pengunjung tidak repot memisahkan daging dengan duri yang mengganggu.
Alasan sedikit bebeda diungkan Chika, 16 tahun, pelajar SMA swata di bilangan Menteng, yang sering hang-out di Lele Crispy.
“Soalnya harganya murah, tempatnya asyik, bisa bikin gue sama teman-teman berlama-lama makan, sambil kongko.
Lagian, hari ini gue ditraktir Wulan, teman yang sedang ulang tahun,” ujar gadis berambut pendek itu, yang datang bersama enam kawannya.
Wajar kiranya jika menu-menu di Lele Crispy disukai banyak orang.
Sebab sebelum dijadikan menu andalan, tiga menu itu telah melewati proses puluhan kali eksperimen, dan tes lidah banyak orang, yang datang dari beragam umur, suku (berhubungan dengan selera makan), dan pekerjaan.
“Setelah berkali-kali tes lidah, akhirnya terpilih tiga menu ini.
Jadi saya yakin banyak orang dari beragam latar belakang, akan cocok dengan menu-menu yang disajikan,” papar Fajar sambil menerangkan, bagi pengunjung yang ingin merasakan menu berbeda (selain lele), bisa menjajal menu Ayam Goreng Kremes dan Ayam Goreng Original miliknya.
Kedua menu ayam itu dimasak presto dengan api kecil selama dua jam agar bumbunya meresap sempurna.
ric/L-2
Usaha Sederhana Abon Lele Melanglang Hingga Ke Eropa
Sejak tahun 2009, produksi abon lele Murti rata-rata per hari menghabiskan 10 kilogram lele atau 500 kilogram lele per bulan. Pasarnya pun kian luas hingga Jakarta, Bandung, dan Denpasar. Untuk 10 kilogram lele dapat diolah menjadi 3 kilogram abon. Dalam sehari, rata-rata Murti dapat menghasilkan penjualan kotor Rp 300.000-Rp 400.000. (foto: google)SEMARANG (Berita SuaraMedia) – Ikan lele ternyata tak hanya dapat diolah sebagai menu masakan berkuah atau digoreng dengan bumbu sambal pedas. Di tangan Murti Rahayu, daging lele dapat dibuat abon dengan nilai ekonomi yang menggiurkan. Bahkan, abon lele buatannya kini mampu menembus pasar ekspor.
Memanfaatkan lele dalam bentuk lain menjadi nilai tambah bagi Ny Hj Murti Rahayu. Pengusaha asal Majenang, Cilacap itu mencoba membuat penganan abon lele dan memanfaatkan kulitnya untuk dibuat keripik.
Awalnya coba-coba. Ternyata rasanya tak kalah sama abon sapi. Banyak orang suka,” kata Murti, pengusaha kecil asal Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, akhir April 2010.
Selain dikenal sebagai daerah pertanian yang subur, wilayah Majenang sejak lama juga dikenal dengan perikanan daratnya. Air yang melimpah mendukung pengembangan usaha mina tersebut. Salah satu jenis ikan yang banyak dibudidayakan warga setempat adalah lele.
Namun, melimpahnya lele kerap tak ditunjang pemasaran dan kestabilan harga. Banyak petani lele pun jatuh bangun.
Kondisi tersebut menjadi keprihatinan tersendiri bagi Murti yang juga menjadi Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Kecil Majenang. Pada pertengahan tahun 2007, dia terpikir membuat penganan olahan dari lele yang dapat dijual kemasan dan punya nilai ekonomis tinggi.
Memanfaatkan lele dalam bentuk lain menjadi nilai tambah bagi Ny Hj Murti Rahayu. Pengusaha asal Majenang, Cilacap itu mencoba membuat penganan abon lele dan memanfaatkan kulitnya untuk dibuat keripik.
Awalnya coba-coba. Ternyata rasanya tak kalah sama abon sapi. Banyak orang suka,” kata Murti, pengusaha kecil asal Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, akhir April 2010.
Selain dikenal sebagai daerah pertanian yang subur, wilayah Majenang sejak lama juga dikenal dengan perikanan daratnya. Air yang melimpah mendukung pengembangan usaha mina tersebut. Salah satu jenis ikan yang banyak dibudidayakan warga setempat adalah lele.
Namun, melimpahnya lele kerap tak ditunjang pemasaran dan kestabilan harga. Banyak petani lele pun jatuh bangun.
Kondisi tersebut menjadi keprihatinan tersendiri bagi Murti yang juga menjadi Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Kecil Majenang. Pada pertengahan tahun 2007, dia terpikir membuat penganan olahan dari lele yang dapat dijual kemasan dan punya nilai ekonomis tinggi.
DKP Tetapkan Lele Sebagai Komoditas Unggulan
Jumat, 31 Juli 2009
Rilisindonesia.com
JAKARTA : Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), menetapkan Lele sebagai salah satu dari sepuluh komoditas budidaya ikan air tawar unggulan di Indonesia. Tingginya angka konsumsi dalam negeri dan terbukannya Pangsa pasar ekspor, memastikan komoditas ikan air tawar ini menjadi penyumbang devisa Negara yang sangat menjanjikan.
Ikan lele merupakan budidaya yang sederhana, mudah, murah dan tahan penyakit, merupakan beberapa kreteria yang dipunyai komoditas tersebut sehingga ditetapkan sebagai unggulan. “Peningkatan konsumsi ikan secara nasional adalah faktor kunci dari keberhasilan program penguatan pemasaran produk perikanan dalam negeri,” ,” kata Kepala Pusat Data dan Statistik (Pusdatin) DKP Soenan Hadi Poernomo, melalui siaran persnya di Jakarta, Jumat (31/7).
Menurutnya, pasar ekspor hanya dapat ditembus apabila patin dan lele memiliki kualitas, ukuran sesuai permintaan pasar dan kontinyu. Ikan patin dan lele merupakan komoditas yang mempunyai tingkat serapan pasar cukup tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun ekspor. Khusus pasar dalam negeri, permintaan lele dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup siginifikan.
Sebagaimana diketahui bahwa penyediaan ikan untuk konsumsi tahun 2008 diperkirakan sebesar 29,98 kilogram per kegiatan per-tahun. Sebelumnya adalah 25 kilogram per kegiatan per tahun (tahun 2007), bahkan pada tahun 2004 hanya 22,58 kilogram per kegiatan per tahun.
Sedangkan angka konsumsi ikan nasional pada tahun 2008, sebesar 28 kilogram per kapita per-tahun, meningkat dibandingkan tahun 2007 sebesar 26,03 kilogram per kapita per-tahun. Pada tahun 2009 dan 2010 masing-masing tingkat konsumsi ikan ditargetkan sebesar 30,16-30,89 kilogram per kapita per tahun.
Oleh karena itu kata Sunan, peningkatan produksi ikan lele di Provinsi Jawa Barat sebesar 40,75 persen selama periode 2004-2008 diharapkan mampu mendorong peningkatan angka konsumsi ikan propinsi tersebut. Kenaikan rata-rata produksi budidaya ikan lele di Propinsi Jawa Barat adalah sebesar 18,15 persen selama periode 2007-2008, angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan kenaikan rata-rata produksi budidaya lele nasional sebesar 17,95 persen pada periode yang sama.
“Peningkatan konsumsi ikan ini disamping memiliki kontribusi terhadap kemajuan ekonomi, juga memberikan manfaat dalam pengembangan sumberdaya manusia yang cerdas dan sehat, melalui konsumsi protein dan unsur gizi lainnya yang dimiliki. Lele juga memiliki kelebihan lain, yakni karena tahan hidup, maka ikan ini senantiasa dikonsumsi dalam keadaan sangat segar,” ungkapnya.
Lebih jauh Soenan mengatakan, saat ini DKP telah menerapkan kebijakan dalam pengembangan perikanan budidaya melalui Pengembangan Kawasan Komoditas Unggulan, tujuannya adalah untuk memacu budidaya bagi 10 komoditas unggulan termasuk didalamnya lele. Sedangkan untuk sisi hilir/pasar, juga ikut mendorong pengembangan dan penguatan pasar dalam negeri berupa pembangunan sarana-prasarana pasar, kelembagaan dan pengelolaan pasar. (Redaksi)
Rilisindonesia.com
JAKARTA : Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), menetapkan Lele sebagai salah satu dari sepuluh komoditas budidaya ikan air tawar unggulan di Indonesia. Tingginya angka konsumsi dalam negeri dan terbukannya Pangsa pasar ekspor, memastikan komoditas ikan air tawar ini menjadi penyumbang devisa Negara yang sangat menjanjikan.
Ikan lele merupakan budidaya yang sederhana, mudah, murah dan tahan penyakit, merupakan beberapa kreteria yang dipunyai komoditas tersebut sehingga ditetapkan sebagai unggulan. “Peningkatan konsumsi ikan secara nasional adalah faktor kunci dari keberhasilan program penguatan pemasaran produk perikanan dalam negeri,” ,” kata Kepala Pusat Data dan Statistik (Pusdatin) DKP Soenan Hadi Poernomo, melalui siaran persnya di Jakarta, Jumat (31/7).
Menurutnya, pasar ekspor hanya dapat ditembus apabila patin dan lele memiliki kualitas, ukuran sesuai permintaan pasar dan kontinyu. Ikan patin dan lele merupakan komoditas yang mempunyai tingkat serapan pasar cukup tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun ekspor. Khusus pasar dalam negeri, permintaan lele dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup siginifikan.
Sebagaimana diketahui bahwa penyediaan ikan untuk konsumsi tahun 2008 diperkirakan sebesar 29,98 kilogram per kegiatan per-tahun. Sebelumnya adalah 25 kilogram per kegiatan per tahun (tahun 2007), bahkan pada tahun 2004 hanya 22,58 kilogram per kegiatan per tahun.
Sedangkan angka konsumsi ikan nasional pada tahun 2008, sebesar 28 kilogram per kapita per-tahun, meningkat dibandingkan tahun 2007 sebesar 26,03 kilogram per kapita per-tahun. Pada tahun 2009 dan 2010 masing-masing tingkat konsumsi ikan ditargetkan sebesar 30,16-30,89 kilogram per kapita per tahun.
Oleh karena itu kata Sunan, peningkatan produksi ikan lele di Provinsi Jawa Barat sebesar 40,75 persen selama periode 2004-2008 diharapkan mampu mendorong peningkatan angka konsumsi ikan propinsi tersebut. Kenaikan rata-rata produksi budidaya ikan lele di Propinsi Jawa Barat adalah sebesar 18,15 persen selama periode 2007-2008, angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan kenaikan rata-rata produksi budidaya lele nasional sebesar 17,95 persen pada periode yang sama.
“Peningkatan konsumsi ikan ini disamping memiliki kontribusi terhadap kemajuan ekonomi, juga memberikan manfaat dalam pengembangan sumberdaya manusia yang cerdas dan sehat, melalui konsumsi protein dan unsur gizi lainnya yang dimiliki. Lele juga memiliki kelebihan lain, yakni karena tahan hidup, maka ikan ini senantiasa dikonsumsi dalam keadaan sangat segar,” ungkapnya.
Lebih jauh Soenan mengatakan, saat ini DKP telah menerapkan kebijakan dalam pengembangan perikanan budidaya melalui Pengembangan Kawasan Komoditas Unggulan, tujuannya adalah untuk memacu budidaya bagi 10 komoditas unggulan termasuk didalamnya lele. Sedangkan untuk sisi hilir/pasar, juga ikut mendorong pengembangan dan penguatan pasar dalam negeri berupa pembangunan sarana-prasarana pasar, kelembagaan dan pengelolaan pasar. (Redaksi)
Lele Warna Pink-Berita Aneh tapi nyata..?
Tiga hari sebelum menemukan lele berwarna pink yang bisa berubah warna, Ali Sutaryo Wibowo (32) mengaku sempat mimpi aneh. Dalam mimpinya, ia didatangi seekor lele. Ikan lele itu seperti mengajak bercakap-cakap dengannya.
“Sebelum menemukan lele warna pink dari kolam milik mertua, saya sempat mimpi aneh. Dalam mimpi itu, saya seperti bercakap-cakap dengan ikan lele, tapi tidak jelas apa yang diucapkan,” kata Ali saat ditemui okezone, Selasa (9/3/2010).
Ali pun lantas menceritakan mimpi itu kepada Oza Zanah (25), istrinya. Namun mimpi itu, tidak terlalu digubrisnya. “Entah ada hubungannya atau tidak yang jelas, setelah mimpi itu, saya mendapatkan lele warna pink,” kata bapak satu anak ini.
Sementara itu Oza mengatakan, saat ini suaminya mengaku berencana membeli akuarium baru untuk ikan lelenya tersebut. “Kalau disimpan di dalam bak plastik, tidak cukup. Terus kalau malam suka loncat keluar dari bak,” kata Oza.
Seekor ikan lele yang bisa berubah warna ditemukan di Bandung. Tidak seperti lele pada umumnya yang berwarna gelap, lele milik Ali Sutaryo Wibowo ini berwarna pink. Bahkan, jika terkena sinar matahari, lele itu berubah warna menjadi oranye.
Lele itu pertama kali ditemukan pada Minggu (7/3/2010) lalu. Saat itu, Ali bermaksud menguras kolam lele milik mertuanya di kawasan Rancabolang. Tiba-tiba setelah dikuras, Ali menemukan dua ikan lele yang warnanya lain.
Source:okezone
Selasa, 30 Maret 2010
Baung dan Patin Dibiakkan dengan Suntik
Dinas Pertanian Kota Palembang berhasil mengembangbiakkan dua jenis ikan sungai, yakni baung dan patin, dengan cara menggunakan metode penyuntikan hormon. Dengan cara seperti ini, para petani ikan di Kota Palembang dan sekitarnya bisa mendapatkan kedua jenis bibit ikan tersebut dengan mudah dan harganya terjangkau.
Demikian dikatakan Kepala Dinas Pertanian Kota Palembang Masriadi, Rabu (4/2). Dia menjelaskan, pemerintah memiliki kawasan pembibitan ikan baung dan patin yang berlokasi di Kelurahan Soak Bujang, Kecamatan Gandus. Saat ini pengelola kawasan tersebut sudah berhasil mengembangkan ribuan bibit ikan yang siap tebar.
”Selama dua tahun terakhir ini kami terus melakukan uji coba pengembangbiakan. Akhirnya kami berhasil mengembangbiakkan kedua jenis ikan itu,” kata Masriadi.
Masriadi mengakui sampai sekarang Dinas Pertanian baru bisa mengembangkan dua jenis ikan. Meski demikian, bukan tidak mungkin akan dilakukan penelitian sekaligus uji coba terhadap jenis-jenis ikan yang lain. Dia juga menjelaskan, ikan patin dan baung tersebut sengaja dikembangbiakkan karena banyak dibutuhkan masyarakat sebagai konsumsi makanan.
Di kawasan pengembangbiakan pemerintah tersebut, kata Masriadi, terdapat sekitar 5.000 bibit baung dan patin. Menurut dia, pemerintah menerapkan metode penyuntikan hormon terhadap kedua jenis ikan tersebut sampai menghasilkan pembiakan sendiri.
Menurut dia, pengembangbiakan ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan petani ikan keramba di Kota Palembang dalam mendapatkan bibit. Selain mudah, petani ikan juga bisa membeli dengan harga yang lebih murah.
”Dalam sistem perikanan sungai, kendala yang terus dihadapi petani terkait dengan mahal dan sulit dalam memperoleh bibit ikan berkualitas. Pemerintah ingin membantu petani ikan dalam mengatasi persoalan ini,” katanya.
Dari sungai
Masriadi mengatakan, induk ikan baung dan patin yang dapat dikembangbiakkan di kawasan tersebut berasal dari tangkapan ikan Sungai Musi. Hal tersebut dilakukan agar karakter dan sifat peranakan yang dihasilkan nantinya sesuai dengan tempat pemeliharaannya, yakni di sepanjang keramba sungai.
”Perlu diketahui bahwa sebagian besar petani ikan di Kota Palembang dan sekitarnya ini kan menggunakan media sungai sebagai tempat membesarkan ikan dan keramba sebagai tempat penangkarannya,” katanya.
Bagi para petani ikan yang ingin mendapatkan bibit ikan patin dan baung, Masriadi mempersilakan untuk datang sekaligus membeli di Dinas Pertanian Kota Palembang. Untuk harganya, bisa dikonfirmasi langsung ke pengelola pembiakan.
Setelah baung dan patin, Masriadi menuturkan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan mengembangkan bibit ikan lele dan gurami. Sementara ini jenis lele dan gurami masih dipesan dari luar Palembang.
Sumber : Kompas (2009)
Demikian dikatakan Kepala Dinas Pertanian Kota Palembang Masriadi, Rabu (4/2). Dia menjelaskan, pemerintah memiliki kawasan pembibitan ikan baung dan patin yang berlokasi di Kelurahan Soak Bujang, Kecamatan Gandus. Saat ini pengelola kawasan tersebut sudah berhasil mengembangkan ribuan bibit ikan yang siap tebar.
”Selama dua tahun terakhir ini kami terus melakukan uji coba pengembangbiakan. Akhirnya kami berhasil mengembangbiakkan kedua jenis ikan itu,” kata Masriadi.
Masriadi mengakui sampai sekarang Dinas Pertanian baru bisa mengembangkan dua jenis ikan. Meski demikian, bukan tidak mungkin akan dilakukan penelitian sekaligus uji coba terhadap jenis-jenis ikan yang lain. Dia juga menjelaskan, ikan patin dan baung tersebut sengaja dikembangbiakkan karena banyak dibutuhkan masyarakat sebagai konsumsi makanan.
Di kawasan pengembangbiakan pemerintah tersebut, kata Masriadi, terdapat sekitar 5.000 bibit baung dan patin. Menurut dia, pemerintah menerapkan metode penyuntikan hormon terhadap kedua jenis ikan tersebut sampai menghasilkan pembiakan sendiri.
Menurut dia, pengembangbiakan ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan petani ikan keramba di Kota Palembang dalam mendapatkan bibit. Selain mudah, petani ikan juga bisa membeli dengan harga yang lebih murah.
”Dalam sistem perikanan sungai, kendala yang terus dihadapi petani terkait dengan mahal dan sulit dalam memperoleh bibit ikan berkualitas. Pemerintah ingin membantu petani ikan dalam mengatasi persoalan ini,” katanya.
Dari sungai
Masriadi mengatakan, induk ikan baung dan patin yang dapat dikembangbiakkan di kawasan tersebut berasal dari tangkapan ikan Sungai Musi. Hal tersebut dilakukan agar karakter dan sifat peranakan yang dihasilkan nantinya sesuai dengan tempat pemeliharaannya, yakni di sepanjang keramba sungai.
”Perlu diketahui bahwa sebagian besar petani ikan di Kota Palembang dan sekitarnya ini kan menggunakan media sungai sebagai tempat membesarkan ikan dan keramba sebagai tempat penangkarannya,” katanya.
Bagi para petani ikan yang ingin mendapatkan bibit ikan patin dan baung, Masriadi mempersilakan untuk datang sekaligus membeli di Dinas Pertanian Kota Palembang. Untuk harganya, bisa dikonfirmasi langsung ke pengelola pembiakan.
Setelah baung dan patin, Masriadi menuturkan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan mengembangkan bibit ikan lele dan gurami. Sementara ini jenis lele dan gurami masih dipesan dari luar Palembang.
Sumber : Kompas (2009)
Indonesia Jajaki Ekspor Lele ke Timteng
Indonesia sedang menjajaki ekspor ikan lele pengasapan (lele asap) ke sejumlah negara di Timur Tengah (Timteng), untuk memenuhi kebutuhan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Departemen kelautan dan Perikanan (DKP) DR Victor PH Nikijuluw, Minggu (31/5), mengatakan, Indonesia sudah ekspor ke Singapura dan Malaysia hanya jumlahnya masih sangat kecil tidak lebih dari 1 ton per bulan.
"Kita akan jajaki pasar di Timur Tengah untuk mememuhi kebutuhan warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di sana," kata Victor seusai membuka Bimbingan teknis (Bimtek) Pemberdayaan Tenaga Kerja Pengolahan dan Pemasaran di Purbalingga.
Ekspor ikan lele asap ke Malaysia dan Singapura dicukupi dari produsen di Bogor Jawa Barat. Namun, produsen ini masih disuplay dari Boyolali dan Yogjakarta. Dia berharap mengisi kebutuhan ekspor ke Malaysia dan Singapur bisa dipenuhi dari wilayah Banyumas termasuk Purbalingga. Disebabkan produksi lele di Bogor dan wilayah Jawa Barat pada saat tertentu masih kurang.
Penjajagakan pasar ikan olahan berupa lele untuk meningkatkan nilai ekspor, selama ini ekspor lebih pada ikan segar yang dipadatkan, ke depan mencoba hasil diversifikasi ekspor ikan. "Ikan lele itu kita belah kemudian dimasak dengan vile, dipacking dan diberi label merk dari Indonesia . Volume yang kita ekspor tidak bertambah, tetapi ada diversifikasi peningkatan kualitas ekspor ikan," kata Victor.
Ditambahkan, target nilai ekspor pada tahun 2009 ini justru dinaikan ketika dunia tengah mengalami krisis keuangan. Nilai ekspor tahun ini sebesar 2,8 miliar dolar AS, sedang sebelumnya pada tahun 2008 nilai
ekspor sebesar 2,6 miliar dolar AS. "Peningkatan nilai ekspor tidak dengan meningkatkan volume ekspor ikannya, tetapi disiasati dengan peningkatan diversifikasi dan kualitas ikan yang diekspor," jelas Victor.
Sumber : Pikiran Rakyat (2009)
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Departemen kelautan dan Perikanan (DKP) DR Victor PH Nikijuluw, Minggu (31/5), mengatakan, Indonesia sudah ekspor ke Singapura dan Malaysia hanya jumlahnya masih sangat kecil tidak lebih dari 1 ton per bulan.
"Kita akan jajaki pasar di Timur Tengah untuk mememuhi kebutuhan warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di sana," kata Victor seusai membuka Bimbingan teknis (Bimtek) Pemberdayaan Tenaga Kerja Pengolahan dan Pemasaran di Purbalingga.
Ekspor ikan lele asap ke Malaysia dan Singapura dicukupi dari produsen di Bogor Jawa Barat. Namun, produsen ini masih disuplay dari Boyolali dan Yogjakarta. Dia berharap mengisi kebutuhan ekspor ke Malaysia dan Singapur bisa dipenuhi dari wilayah Banyumas termasuk Purbalingga. Disebabkan produksi lele di Bogor dan wilayah Jawa Barat pada saat tertentu masih kurang.
Penjajagakan pasar ikan olahan berupa lele untuk meningkatkan nilai ekspor, selama ini ekspor lebih pada ikan segar yang dipadatkan, ke depan mencoba hasil diversifikasi ekspor ikan. "Ikan lele itu kita belah kemudian dimasak dengan vile, dipacking dan diberi label merk dari Indonesia . Volume yang kita ekspor tidak bertambah, tetapi ada diversifikasi peningkatan kualitas ekspor ikan," kata Victor.
Ditambahkan, target nilai ekspor pada tahun 2009 ini justru dinaikan ketika dunia tengah mengalami krisis keuangan. Nilai ekspor tahun ini sebesar 2,8 miliar dolar AS, sedang sebelumnya pada tahun 2008 nilai
ekspor sebesar 2,6 miliar dolar AS. "Peningkatan nilai ekspor tidak dengan meningkatkan volume ekspor ikannya, tetapi disiasati dengan peningkatan diversifikasi dan kualitas ikan yang diekspor," jelas Victor.
Sumber : Pikiran Rakyat (2009)
Rabu, 24 Maret 2010
Nasrudin, Bapak Lele Sangkuriang
Senin, 21 Desember 2009 | 10:19 WIB
KOMPAS/FX PUNIMAN
KOMPAS.com - Kecebong, anak kodok, muncul di kolam, membuat Nasrudin gembira karena dia mengira kecebong itu anak ikan lele. Kegembiraannya itu sirna dan dia tersipu malu ketika diberi tahu bahwa yang dikira anak ikan lele itu adalah kecebong. Kodok betina yang masuk ke kolam tanpa diketahui, bertelur dan menetas bersama dua indukan ikan lele betina dan seekor jantan.
Itu pengalaman pertama Nasrudin (61) sejak delapan tahun lalu saat belajar beternak ikan lele.
”Kecebong disangka anak lele. Ngerakeun pisan (sangat memalukan),” kata Nasrudin, menuturkan awal usahanya menjadi peternak ikan lele delapan tahun lalu, di Saung Pertemuan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Jaya Sentosa, awal November lalu. Saung itu berdiri di tepi puluhan kolam ikan lele yang terbuat dari terpal dan tembok di lahan seluas 12.000 meter persegi di Kampung Sukabirus, Desa Gadog, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kini, dia tak lagi dipermalukan atas ketidaktahuannya. Nasrudin sudah tersohor berkat lele sangkuriang yang mulai dikembangbiakkan pada 2001. Dia mengawali usaha beternak lele dengan benih sekitar 100.000 lele sangkuriang yang diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. Nama sangkuriang yang diberikan itu memang diambil dari legenda Tanah Pasundan untuk menandakan lokasi asal pembiakan lele jenis tersebut.
Lele sangkuriang ini merupakan perbaikan genetik melalui silang balik antara induk betina lele dumbo generasi kedua (F2) dan jantan lele dumbo generasi keenam (F6). Induk betina (F2) berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia pada 1985.
Petugas penyuluh pertanian dan perikanan setempat memberikan bimbingan beternak ikan secara benar. Berkat ketekunannya, Nasrudin berhasil mengembangkan ikan lele sangkuriang.
Dia kini sudah menjadi ”pendekar lele”, bukan saja mahir dalam membesarkan lele dengan jurus-jurus yang jitu, tetapi juga mampu mengobati lele yang diserang penyakit, seperti radang kulit, dengan obat herbal ramuannya sendiri. Obat ini diberikan cuma-cuma kepada yang memerlukan.
”Letkol”
Sejak 2005, dia menjadi pelatih bagi kelompok dari sejumlah daerah, termasuk sejumlah karyawan perusahaan swasta dan pemerintah menjelang pensiun yang ingin beternak lele. Namanya pun sohor menjadi ”Nasrudin Lele” dari Desa Gadog. Bahkan, kalangan pembudidaya lele dan warga setempat menjuluki Nasrudin dengan sebutan Bapak Letkol—akronim dari Lele Kolam yang dipelesetkan menjadi Letkol—sehingga dia kemudian disebut ”Letkol” Nasrudin.
Petani lele sangkuriang dari Desa Gadog ini kini lebih jauh berangan-angan membantu pemerintah mengurangi angka pengangguran dengan memelihara lele. ”Budidaya lele tidak terlalu sulit, teknologinya juga mudah dan tiga bulan sudah bisa dipanen. Masyarakat kecil bisa membudidayakan lele di halaman rumahnya. Cukup dengan lahan minim, hanya dengan luas 1 meter x 1 meter, serta modal Rp 75.000 untuk bibit dan pakan, sudah bisa beternak lele skala kecil,” kata Nasrudin.
Dia tak segan-segan membagi pengetahuan memelihara lele secara benar kepada mereka yang ingin membudidayakan lele. Dia juga siap membantu mereka yang datang menimba ilmu di P4S Gadog tanpa dipungut biaya.
Sejumlah petugas penyuluh pertanian dan perikanan serta pakar perikanan pun mendukung kegiatan Nasrudin membudidayakan lele sangkuriang dan melakukan pelatihan. Dukungan ini membuat Nasrudin bersemangat dan bertambah yakin akan angan-angannya untuk menjadikan Desa Gadog sebagai sentra budidaya lele sangkuriang.
Bahkan, 7 September lalu, Nasrudin diangkat menjadi Ketua Gabungan Kelompok (Gapok) Budidaya Ikan Lele Sangkuriang ”Cahaya Kita” untuk wilayah tengah Provinsi Jabar dengan pusat aktivitas di wilayah Kabupaten/Kota Bogor.
1,5 juta benih
Nasrudin yang puluhan tahun sebagai petani padi dan kemudian beralih menjadi pembudidaya lele ini, bersama kelompok pembenih lele sangkuriang yang tergabung dalam Gapok Cahaya Kita, ingin memproduksi sekitar 1,5 juta benih lele sangkuriang setiap bulan untuk memasok anggota kelompok budidaya lele sangkuriang yang saat ini berjumlah sekitar 50 orang.
Dengan produksi benih sebanyak itu, kelompok budidaya/pembesar ikan lele sangkuriang diharapkan mampu memenuhi sebagian kebutuhan lele di wilayah Jakarta. Adapun kebutuhan lele di wilayah Jabotabek diperkirakan sekitar 75 ton sehari. Pemasoknya bukan saja berasal dari petani lele Jabar, tetapi juga dari Jawa Tengah.
”Saat ini boro-boro memasok ke Jakarta, untuk memenuhi kebutuhan konsumen di wilayah Kota/Kabupaten Bogor saja kekurangan. Kami peternak lele sangkuriang di daerah Gadog dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, baru mampu memproduksi sekitar 3 ton per hari dari kebutuhan sekitar 10 ton,” kata ”Letkol” Nasarudin. Dari kolamnya sendiri, Nasrudin baru mampu memasok sekitar 2 ton per minggu kepada pelanggannya. Lele sangkuriang dijual Rp 10.500-Rp 11.000 per kilogram.
Masa depan budidaya lele cukup cerah. Apalagi, menurut Muhamad Abduh Nur Hidayat, anggota staf Ditjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, ikan lele akan dijadikan komoditas ketahanan pangan. Konsepnya kini sedang disiapkan. Ikan lele saat ini sudah digemari oleh kalangan bawah sampai atas. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sempat mempromosikannya dengan menikmati ikan lele di kampung lele Boyolali, Jateng, tahun 2007.
Andil pedagang tenda pecel lele di Jabotabek dan daerah lainnya cukup besar dalam meningkatkan produksi ikan lele. ”Sekarang lele juga dijual di restoran, bahkan sampai ke daerah Kalimantan Barat yang dulu tak suka ikan lele,” kata Muhamad Abduh Nur Hidayat, penasihat Gapok Cahaya Kita.
Lele sangkuriang yang dirilis sebagai varietas unggul oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri pada 2004 ini lebih cepat dipanen dibandingkan jenis ikan lainnya dan tahan penyakit. Ukurannya lebih besar dibandingkan lele jenis lain. Dua bulan sudah bisa dipanen. Rasa dagingnya juga lebih gurih dibandingkan lele jenis lain. ”Karena itu, tak heran kalau lele sangkuriang disukai konsumen,” kata ”Letkol” Nasrudin.
KOMPAS/FX PUNIMAN
KOMPAS.com - Kecebong, anak kodok, muncul di kolam, membuat Nasrudin gembira karena dia mengira kecebong itu anak ikan lele. Kegembiraannya itu sirna dan dia tersipu malu ketika diberi tahu bahwa yang dikira anak ikan lele itu adalah kecebong. Kodok betina yang masuk ke kolam tanpa diketahui, bertelur dan menetas bersama dua indukan ikan lele betina dan seekor jantan.
Itu pengalaman pertama Nasrudin (61) sejak delapan tahun lalu saat belajar beternak ikan lele.
”Kecebong disangka anak lele. Ngerakeun pisan (sangat memalukan),” kata Nasrudin, menuturkan awal usahanya menjadi peternak ikan lele delapan tahun lalu, di Saung Pertemuan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Jaya Sentosa, awal November lalu. Saung itu berdiri di tepi puluhan kolam ikan lele yang terbuat dari terpal dan tembok di lahan seluas 12.000 meter persegi di Kampung Sukabirus, Desa Gadog, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kini, dia tak lagi dipermalukan atas ketidaktahuannya. Nasrudin sudah tersohor berkat lele sangkuriang yang mulai dikembangbiakkan pada 2001. Dia mengawali usaha beternak lele dengan benih sekitar 100.000 lele sangkuriang yang diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. Nama sangkuriang yang diberikan itu memang diambil dari legenda Tanah Pasundan untuk menandakan lokasi asal pembiakan lele jenis tersebut.
Lele sangkuriang ini merupakan perbaikan genetik melalui silang balik antara induk betina lele dumbo generasi kedua (F2) dan jantan lele dumbo generasi keenam (F6). Induk betina (F2) berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia pada 1985.
Petugas penyuluh pertanian dan perikanan setempat memberikan bimbingan beternak ikan secara benar. Berkat ketekunannya, Nasrudin berhasil mengembangkan ikan lele sangkuriang.
Dia kini sudah menjadi ”pendekar lele”, bukan saja mahir dalam membesarkan lele dengan jurus-jurus yang jitu, tetapi juga mampu mengobati lele yang diserang penyakit, seperti radang kulit, dengan obat herbal ramuannya sendiri. Obat ini diberikan cuma-cuma kepada yang memerlukan.
”Letkol”
Sejak 2005, dia menjadi pelatih bagi kelompok dari sejumlah daerah, termasuk sejumlah karyawan perusahaan swasta dan pemerintah menjelang pensiun yang ingin beternak lele. Namanya pun sohor menjadi ”Nasrudin Lele” dari Desa Gadog. Bahkan, kalangan pembudidaya lele dan warga setempat menjuluki Nasrudin dengan sebutan Bapak Letkol—akronim dari Lele Kolam yang dipelesetkan menjadi Letkol—sehingga dia kemudian disebut ”Letkol” Nasrudin.
Petani lele sangkuriang dari Desa Gadog ini kini lebih jauh berangan-angan membantu pemerintah mengurangi angka pengangguran dengan memelihara lele. ”Budidaya lele tidak terlalu sulit, teknologinya juga mudah dan tiga bulan sudah bisa dipanen. Masyarakat kecil bisa membudidayakan lele di halaman rumahnya. Cukup dengan lahan minim, hanya dengan luas 1 meter x 1 meter, serta modal Rp 75.000 untuk bibit dan pakan, sudah bisa beternak lele skala kecil,” kata Nasrudin.
Dia tak segan-segan membagi pengetahuan memelihara lele secara benar kepada mereka yang ingin membudidayakan lele. Dia juga siap membantu mereka yang datang menimba ilmu di P4S Gadog tanpa dipungut biaya.
Sejumlah petugas penyuluh pertanian dan perikanan serta pakar perikanan pun mendukung kegiatan Nasrudin membudidayakan lele sangkuriang dan melakukan pelatihan. Dukungan ini membuat Nasrudin bersemangat dan bertambah yakin akan angan-angannya untuk menjadikan Desa Gadog sebagai sentra budidaya lele sangkuriang.
Bahkan, 7 September lalu, Nasrudin diangkat menjadi Ketua Gabungan Kelompok (Gapok) Budidaya Ikan Lele Sangkuriang ”Cahaya Kita” untuk wilayah tengah Provinsi Jabar dengan pusat aktivitas di wilayah Kabupaten/Kota Bogor.
1,5 juta benih
Nasrudin yang puluhan tahun sebagai petani padi dan kemudian beralih menjadi pembudidaya lele ini, bersama kelompok pembenih lele sangkuriang yang tergabung dalam Gapok Cahaya Kita, ingin memproduksi sekitar 1,5 juta benih lele sangkuriang setiap bulan untuk memasok anggota kelompok budidaya lele sangkuriang yang saat ini berjumlah sekitar 50 orang.
Dengan produksi benih sebanyak itu, kelompok budidaya/pembesar ikan lele sangkuriang diharapkan mampu memenuhi sebagian kebutuhan lele di wilayah Jakarta. Adapun kebutuhan lele di wilayah Jabotabek diperkirakan sekitar 75 ton sehari. Pemasoknya bukan saja berasal dari petani lele Jabar, tetapi juga dari Jawa Tengah.
”Saat ini boro-boro memasok ke Jakarta, untuk memenuhi kebutuhan konsumen di wilayah Kota/Kabupaten Bogor saja kekurangan. Kami peternak lele sangkuriang di daerah Gadog dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, baru mampu memproduksi sekitar 3 ton per hari dari kebutuhan sekitar 10 ton,” kata ”Letkol” Nasarudin. Dari kolamnya sendiri, Nasrudin baru mampu memasok sekitar 2 ton per minggu kepada pelanggannya. Lele sangkuriang dijual Rp 10.500-Rp 11.000 per kilogram.
Masa depan budidaya lele cukup cerah. Apalagi, menurut Muhamad Abduh Nur Hidayat, anggota staf Ditjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, ikan lele akan dijadikan komoditas ketahanan pangan. Konsepnya kini sedang disiapkan. Ikan lele saat ini sudah digemari oleh kalangan bawah sampai atas. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sempat mempromosikannya dengan menikmati ikan lele di kampung lele Boyolali, Jateng, tahun 2007.
Andil pedagang tenda pecel lele di Jabotabek dan daerah lainnya cukup besar dalam meningkatkan produksi ikan lele. ”Sekarang lele juga dijual di restoran, bahkan sampai ke daerah Kalimantan Barat yang dulu tak suka ikan lele,” kata Muhamad Abduh Nur Hidayat, penasihat Gapok Cahaya Kita.
Lele sangkuriang yang dirilis sebagai varietas unggul oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri pada 2004 ini lebih cepat dipanen dibandingkan jenis ikan lainnya dan tahan penyakit. Ukurannya lebih besar dibandingkan lele jenis lain. Dua bulan sudah bisa dipanen. Rasa dagingnya juga lebih gurih dibandingkan lele jenis lain. ”Karena itu, tak heran kalau lele sangkuriang disukai konsumen,” kata ”Letkol” Nasrudin.
LELE SANGKURIANG TEMBUS PASAR DUNIA
SUKABUMI, (PRLM).-Legenda Sangkuriang kini telah diabadikan menjadi spesies ikan lele. Jenis ikan yang diperkirakan mampu bertahan dari berbagai virus ternyata mampu menembus pasaran dunia. Persilangan genetika induk betina dengan jantan ke enam ternyata mampu menghasilkan benih ikan lele unggulan. Dari persilangan itulah, maka ikan lele jenis ini kerap disebut ikan Lele Sangkuriang.
Keunggulan jenis ikan lele dari hasil penangkaran Balai Budi Daya Air Tawar (BBAT) Sukabumi itu, ternyata lebih menguntungkan para peternak. Ikan lele ini, perkembanmgan lebih cepat dibandingkan jenis ikan lainnya. Para petani bisa memanen ikan lele dalam usia dua bulan.
Selain itu, lele Sangkuriang diyakini dari hasil analisis BBAT mampu bertahan hidup dari serangan virus. Penyakit yang kerap membayang-bayangi usaha para petani selalu menjadi problematikan usahanya.
“Jenis ikan lele Sangkuriang ini lebih tahan penyakit. Karena itu petani mulai melirik mengembangkanbiakan jenis lele Sangkuriang di kolam-kolamnya. Para petani yang sebelum kerap dikesalkan dengan penyakit dan jamur mulai serius memelihara Sangkuriang untuk mengembangkan usahanya,” kata Ahmad Jauhar ketua kelompok Ikan Balai Budi Daya Air Tawar kepada “PRLM”, Sabtu (31/1).
Walaupun bentuk ikan lele sejenis dengan lele dumbo. Namun dari ukuran dan kelezatan ikan lele Sangkuriang jauh berbeda. Lele ini lebih gurih dan memiliki ukuran lebih besar dibandingkan jenis lele lainnya. “Bila dimasak ikan ini lebih gurih. Apalagi dagingnya lebih tebal dibandingkan jenis ikan lainnya,” tukas Ahmad Jauhar. (A-162)***
Keunggulan jenis ikan lele dari hasil penangkaran Balai Budi Daya Air Tawar (BBAT) Sukabumi itu, ternyata lebih menguntungkan para peternak. Ikan lele ini, perkembanmgan lebih cepat dibandingkan jenis ikan lainnya. Para petani bisa memanen ikan lele dalam usia dua bulan.
Selain itu, lele Sangkuriang diyakini dari hasil analisis BBAT mampu bertahan hidup dari serangan virus. Penyakit yang kerap membayang-bayangi usaha para petani selalu menjadi problematikan usahanya.
“Jenis ikan lele Sangkuriang ini lebih tahan penyakit. Karena itu petani mulai melirik mengembangkanbiakan jenis lele Sangkuriang di kolam-kolamnya. Para petani yang sebelum kerap dikesalkan dengan penyakit dan jamur mulai serius memelihara Sangkuriang untuk mengembangkan usahanya,” kata Ahmad Jauhar ketua kelompok Ikan Balai Budi Daya Air Tawar kepada “PRLM”, Sabtu (31/1).
Walaupun bentuk ikan lele sejenis dengan lele dumbo. Namun dari ukuran dan kelezatan ikan lele Sangkuriang jauh berbeda. Lele ini lebih gurih dan memiliki ukuran lebih besar dibandingkan jenis lele lainnya. “Bila dimasak ikan ini lebih gurih. Apalagi dagingnya lebih tebal dibandingkan jenis ikan lainnya,” tukas Ahmad Jauhar. (A-162)***
Selasa, 16 Februari 2010
INDUKAN IKAN PATIN SIAP PIJAH
Sedia Indukan u/Benih Ikan Patin Siap Pijah dengan berat per ekor 2 s/d 5 Kg.
Dijual dengan harga MURAH Rp. 70.000 per Kg.
Hubungi Rusdi/
hp - 08129094381
Ym, Email & facebook : rusdi_sarindi@yahoo.com
Dijual dengan harga MURAH Rp. 70.000 per Kg.
Hubungi Rusdi/
hp - 08129094381
Ym, Email & facebook : rusdi_sarindi@yahoo.com
BUDI DAYA LELE SANGKURIANG
Lele merupakan jenis ikan yang digemari masyarakat, dari kalangan atas menengah dan bawah, karena dengan rasanya yang lezat, daging empuk, duri teratur dan dapat disajikan dalam berbagai macam menu masakan.
Untuk menghasilkan benih lele sampai berukuran tertentu yaitu dengan cara mengawinkan induk jantan dan betina pada kolam-kolam khusus pemijahan. Pembenihan lele mempunyai prospek yang bagus dengan tingginya konsumsi dan permintaan akan lele disamping banyaknya usaha pembesaran lele pada saat ini.
Ada beberapa cara pembenihan yang kita kenal, yaitu :
Sistem Massal.(Dilakukan dengan cara menempatkan lele jantan dan betina dalam satu kolam dengan perbandingan tertentu. Pada sistem ini induk jantan secara leluasa mencari pasangannya untuk diajak kawin dalam sarang pemijahan, sehingga sangat tergantung pada keaktifan induk jantan mencari pasangannya).
Sistem Pasangan. (Dilakukan dengan cara menempatkan induk jantan dan betina pada satu kolam khusus. Keberhasilannya ditentukan oleh ketepatan menentukan pasangan yang cocok antara kedua induk).
Pembenihan Sistem Suntik (Hyphofisasi). (Dilakukan dengan cara merangsang lele untuk memijah atau terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar Hyphofise, yang terdapat di sebelah bawah otak besar. Untuk keperluan ini harus ada ikan sebagai donor kelenjar Hyphofise yang juga harus dari jenis lele).
Pada dasarnya, anakan lele yang dipelihara tidak akan sakit jika mempunyai ketahanan tubuh yang tinggi. Anakan lele menjadi sakit lebih banyak disebabkan oleh kondisi lingkungan (air) yang jelek. Kondisi air yang jelek sangat mendorong tumbuhnya berbagai bibit penyakit baik yang berupa protozoa, jamur, bakteri dan lain-lain. Maka dalam menejemen kesehatan pembenihan lele, yang lebih penting dilakukan adalah penjagaan kondisi air dan pemberian nutrisi yang tinggi. Dalam kedua hal itulah, peranan TON dan POC NASA sangat besar. Namun apabila anakan lele terlanjur terserang penyakit, dianjurkan untuk melakukan pengobatan yang sesuai. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa, bakteri dan jamur dapat diobati dengan formalin, larutan PK (Kalium Permanganat) atau garam dapur. Penggunaan obat tersebut haruslah hati-hati dan dosis yang digunakan juga harus sesuai.
Untuk menghasilkan benih lele sampai berukuran tertentu yaitu dengan cara mengawinkan induk jantan dan betina pada kolam-kolam khusus pemijahan. Pembenihan lele mempunyai prospek yang bagus dengan tingginya konsumsi dan permintaan akan lele disamping banyaknya usaha pembesaran lele pada saat ini.
Ada beberapa cara pembenihan yang kita kenal, yaitu :
Sistem Massal.(Dilakukan dengan cara menempatkan lele jantan dan betina dalam satu kolam dengan perbandingan tertentu. Pada sistem ini induk jantan secara leluasa mencari pasangannya untuk diajak kawin dalam sarang pemijahan, sehingga sangat tergantung pada keaktifan induk jantan mencari pasangannya).
Sistem Pasangan. (Dilakukan dengan cara menempatkan induk jantan dan betina pada satu kolam khusus. Keberhasilannya ditentukan oleh ketepatan menentukan pasangan yang cocok antara kedua induk).
Pembenihan Sistem Suntik (Hyphofisasi). (Dilakukan dengan cara merangsang lele untuk memijah atau terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar Hyphofise, yang terdapat di sebelah bawah otak besar. Untuk keperluan ini harus ada ikan sebagai donor kelenjar Hyphofise yang juga harus dari jenis lele).
Pada dasarnya, anakan lele yang dipelihara tidak akan sakit jika mempunyai ketahanan tubuh yang tinggi. Anakan lele menjadi sakit lebih banyak disebabkan oleh kondisi lingkungan (air) yang jelek. Kondisi air yang jelek sangat mendorong tumbuhnya berbagai bibit penyakit baik yang berupa protozoa, jamur, bakteri dan lain-lain. Maka dalam menejemen kesehatan pembenihan lele, yang lebih penting dilakukan adalah penjagaan kondisi air dan pemberian nutrisi yang tinggi. Dalam kedua hal itulah, peranan TON dan POC NASA sangat besar. Namun apabila anakan lele terlanjur terserang penyakit, dianjurkan untuk melakukan pengobatan yang sesuai. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa, bakteri dan jamur dapat diobati dengan formalin, larutan PK (Kalium Permanganat) atau garam dapur. Penggunaan obat tersebut haruslah hati-hati dan dosis yang digunakan juga harus sesuai.
Langganan:
Postingan (Atom)